| Buku Tamu |

 

 

BULOG 2000 dengan Paradigma Baru

 

Kata paradigma mulai sering terdengar kembali seiring dengan proses reformasi dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Terwujudnya alam demokrasi yang egaliter, penegakan supremasi hukum, transparansi–bebas KKN dan pemerintahan yang profesional dan bersih (professional and clean government), merupakan perubahan yang diharapkan dapat membawa kepada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Perubahan Pemerintah Indonesia melalui Pemilu 1999 dan tuntutan masyarakat akan reformasi, mengharuskan Bulog sebagai salah satu lembaga yang bertanggung jawab di bidang ketahanan pangan nasional melakukan perubahan paradigma dan menempatkan diri pada suatu tatanan yang tepat.

Pangan secara universal merupakan kebutuhan dasar dan pemenuhannya merupakan hak azasi manusia. Kebijaksanaan pangan yang baik harus dapat memenuhi empat tujuan, yaitu efisiensi, pemerataan, status gizi dan ketahanan pangan. Dalam UU No 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan, pemerintah perlu memelihara cadangan pangan, mengatur pengadaan dan penyaluran, serta mengendalikan harga.

Untuk mewujudkan ketahanan pangan khususnya beras sangat diperlukan campur tangan pemerintah, mengingat disatu pihak Indonesia merupakan negara yang berpenduduk besar namun lain dipihak volume beras yang diperdagangkan secara internasional sangatlah tipis. Ini berarti posisi Indonesia berpengaruh besar pada pembentukan tingkat harga beras di pasar dunia.

Saat ini lingkungan telah mengalami perubahan yang sangat nyata. Perubahan tersebut terjadi hampir disemua aspek baik bidang politik, ekonomi, hukum, budaya maupun sosial kemasyarakatan. Sejalan dengan perubahan tersebut, tugas dan fungsi Bulog juga perlu disesuaikan dengan keadaan yang baru tersebut. Isyarat tentang perlunya perubahan dapat dilihat dari hasil kesepakatan dengan IMF, saran dari hasil audit konsultan Bulog, pembebasan perdagangan beras internasional serta penghapusan kredit KLBI untuk Bulog. Area perubahan tersebut mencakup bidang operasional, pembiayaan, administrasi dan manajemen.

Dengan akan diterapkannya konsep otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UU No 22 tahun 1999 dan UU No 25 tahun 1999 akan memberi kewenangan daerah untuk mengatur dirinya masing-masing. Nuansa tersebut akan banyak mewarnai posisi dan peran Bulog dimasa datang yang memerlukan antisipasi dan persiapan mulai sekarang. Kebijaksanaan yang dapat mengakomodasi berbagai keragaman, seperti desentralisasi manajemen dikembangkan guna memberi peluang bagi adanya pengaturan antara "grand policy and business strategy" di tingkat pusat dan "functional policy" di tingkat daerah yang sesuai dengan skala ekonomi dan pola operasionalnya.

Fokus dan bentuk pelayanan yang menjadi tugas Bulog dapat berubah dimana pelayanan kepada masyarakat yang miskin dan rawan pangan diperkirakan akan lebih menonjol. Pelayanan yang diberikan Bulog kepada pelanggan selama ini mungkin akan mengalami berbagai penyesuaian sejalan dengan perubahan sosial yang lebih berorientasi pada pasar. Oleh karenanya, kepuasan pelanggan sebagai pasar komoditas Bulog adalah salah satu kunci ukuran sukses Bulog menjalankan tugas. Sebagai lembaga yang melayani baik kepentingan petani produsen maupun konsumen, maka apabila Bulog mampu memberikan pelayanan yang memuaskan, tugas-tugas kedepan akan lebih terasa mudah.

Selain kepuasan pelanggan, aspek efisiensi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Bulog juga merupakan parameter sukses lain yang harus dicapai. Di maklumi bahwa status Bank Indonesia tidak lagi berperan sebagai penyedia dana KLBI, maka alternatif sumber dana yang baru perlu dicari, dan mungkin juga yang bersifat komersial. Ini berarti keluwesan operasional dimasa lalu seperti perencanaan atau prognosa yang relatif longgar tidak lagi dapat dilakukan.

Dengan berbagai perubahan dan kendala yang dihadapi Bulog, tugas didepan yang harus segera ditangani yaitu menjaga harga dasar pada saat panen, tidaklah mudah dilakukan seperti dimasa lalu. Keterbatasan akibat perubahan sistem pendanaan dan anggaran bagi Bulog merupakan salah satu kedudukan yang harus diantisipasi.

Pada saat ini, stok beras yang beredar dimasyarakat masih cukup besar seperti tercermin dari masih rendahnya harga beras pada saat puncak paceklik bulan Desember 1999, dibanding harga beras saat puncak panen bulan April 1999 yang lalu. Sementara panen padi akan segera berlangsung dalam jumlah yang cukup besar pada bulan Pebruari 2000. Hal ini akan membawa konsekuensi lebih sulitnya pengamanan harga dasar. Agar tugas pengamanan harga dasar sukses dilakukan, alternatif sistem pembiayaan operasi Bulog yang tepat perlu segera dirumuskan dan dibahas dengan fihak-fihak terkait.

Tugas lain yang perlu terus di lakukan adalah menyalurkan beras bersubsidi kepada keluarga miskin dan rawan pangan. Penyaluran beras kepada keluarga miskin tersebut telah mencapai sekitar 12 juta keluarga diseluruh propinsi dengan 45.000 lokasi distribusi desa dan lebih dari 100.000 titik pelayanan di tingkat dusun/RW. Tugas ini sangat penting sebagai salah satu upaya memperkuat ketahanan pangan nasional dengan memberikan akses fisik dan ekonomi kepada keluarga miskin untuk mendapatkan kebutuhan pokok beras. Penyaluran OPK telah menjadi kegiatan operasi Bulog yang sukses dan menonjol seperti ditunjukkan hasil evaluasi tim independen dalam dan luar negeri. Jaringan yang telah terbentuk dalam pelaksanaan OPK tersebut merupakan salah satu modal potensial bagi kegiatan Bulog. Oleh sebab itu peningktan pelayanan dan kepuasan penerima manfaat harus menjadi perhatian utama.

Masalah kemiskinan dan rawan pangan merupakan fenomena yang normal terjadi di negara maju atau berkembang. Untuk Indonesia diperkirakan jumlah penduduk miskin yang rawan pangan saat ini masih cukup besar dan pada tahun 2004 diperkirakan ada sekitar 6 juta keluarga atau sekitar 25 juta jiwa yang masih perlu dibantu kebutuhan pangannya. Tanggung jawab Bulog untuk membantu pemenuhan kebutuhan pangan mereka tersebut masih tetap besar dimasa depan.

Untuk mengantisipasi keragaman yang dimiliki setiap daerah serta semangat disentralisasi, pemberian wewenang manajemen dan operasi yang lebih besar perlu dirumuskan, terutama untuk menunjang UU No22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Persiapan dan langkah-langkah penyesuaian perlu terus dilakukan agar daerah mampu secara mandiri merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan secara efektif dan efisien. Untuk itu, perlu disiapkan sumber daya manusia, perangkat aturan dan prosedur, kelengkapan sistem administrasi dan prasarana penunjangnya. Tugas Bulog di pusat dan Dolog daerah secara bersama-sama membahas, merumuskan dan menyiapkan hal-hal tersebut diatas sehingga diperoleh konsep yang tepat dan komprehensif bagi Bulog dan Dolog.

Perubahan operasi dan manajemen Bulog tidak dapat dilakukan secara mendadak karena akan memberi dampak yang cukup besar bagi organisasi. Akan tetapi persiapan-persiapan kerah itu perlu dimulai sejak sekarang sesuai dengan perubahan lingkungan dan kendala yang dihadapi. Dalam menghadapi perubahan dan paradigma baru, kepada seluruh karyawan Bulog dituntut adaptif terhadap perubahan-perubahan tersebut. Agar tugas Bulog dapat berjalan baik maka seluruh karyawan perlu memahami perubahan yang terjadi dan dengan penuh kesadaran mau dan mampu melakukan perubahan sesuai pendekatan dan paradigma baru.

Ada tiga parameter kunci yang dapat digunakan sebagai pegangan bagi seluruh karyawan yaitu seluruh kegiatan dan aktivitas karyawan Bulog pusat, daerah dan gudang harus memberikan kontribusi terhadap (1) kepuasan pelanggan yang mencakup aspek kuantitas beras, kualitas beras dan kecepatan pelayanan, (2) efisiensi yang mencakup aspek tidak merugikan organisasi, (3) tertib yaitu selalu sesuai dengan peraturan dan prosedur. Seperti suatu mata rantai, sukses organisasi tidak ditentukan oleh unsur yang terkuat dari organisasi tetapi sangat dipengaruhi oleh unsur terlemah dalam organisasi. Unsur inilah yang perlu mendapat perhatian karena apabila titik lemah tersebut tidak segera diperbaiki akan sangat menyulitkan langkah organisasi ke depan.

Struktur pasar beras Indonesia saat ini telah berubah dengan dibukanya impor secara bebas bagi swasta. Pada pasar yang telah terbuka, suplai beras dalam negeri tidak hanya berasal dari produksi lokal. Akan tetapi juga berasal dari impor yang padinya dihasilkan oleh sawah-sawah petani dari berbagai negara. Dengan demikian, suplai beras dalam negeri tidak lagi sepenuhnya mencerminkan suplai padi yang dihasilkan oleh petani Indonesia. Dampak lainnya adalah gerakan harga beras memiliki sifat yang tidak simetris dengan gerakan harga gabahnya. Pada kondisi yang demikian, tekanan terhadap harga gabah dalam negeri masih akan cukup besar meskipun tarif impor beras diberlakukan.

Untuk melindungi petani padi pada musim panen, harga dasar gabah petani perlu dijaga. Namun Bulog juga menghadapi berbagai kendala seperti keterbatasan dana dan tingginya suku bunga pinjaman. Dengan demikian perlu ada penyesuaian-penyesuaian pola pengamanannya sehingga meskipun ada kendala yang dihadapi, pengamanan harga dasar gabah nampaknya tetap lebih efektif. Secara operasional, pengadaan Bulog mendatang agar lebih memprioritaskan pada pembelian gabah sesuai dengan harga dasar pembelian yang berlaku dan standar kualitas yang ditetapkan pemerintah. Pembelian tersebut diutamakan pada saat panen raya berlangsung. Agar dapat menambah serapan pasar gabah sehingga secara langsung mampu mengangkat harga gabah ditingkat produsen. Selain itu, Bulog juga tetap membeli beras untuk membantu mengangkat harga gabah dengan cara sistem tender lokal sesuai dengan kondisi pasar yang berlaku. Pembelian beras juga dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan beras daerah setempat ataupun penugasan lainnya.

Dalam kondisi pasar beras yang terbuka, iklim kompetisi harus dapat mendorong dan membantu sistem pengamanan harga dasar gabah. Oleh karena itu pada musim pengadaan yang akan datang, kemitraan Bulog dengan pihak-pihak lain harus dapat ditingkatkan. Dasar kemitraan yang dikembangkan pada Koperasi atau Non Koperasi menganut prinsip tidak diskriminatif dan saling menguntungkan.

Pembelian beras untuk keperluan mendesak dan keperluan daerah defisit tetap memprioritaskan pengadaan eks produksi dalam negeri dengan kewenangan luas di daerah. Pengadaan luar negeri (impor) tetap dipegang oleh pusat karena Bulog akan memprioritaskan dalam bentuk loan atau deffered payment. Apabila Bulog tidak dapat memenuhi bagi keperluan penyaluran Dolog, maka kepadanya baru diizinkan membeli beras eks impor dengan rupiah yang ada di daerah setempat.

Pola umum untuk menghitung ketersediaan stok di masing-masing Dolog didasarkan pada pertimbangan lead time, kebutuhan penyaluran MSR dengan berbagai rumusan pendekatan suplly point dan distribution point.

Di bidang penyaluran, kepuasan konsumen (golongan anggaran, penerima manfaat OPK dan konsumen lainnya) merupakan persyaratan, untuk itu akan diupayakan model kemasan beras 20 kg per karung dan direncanakan pengirimannya sampai mendekati konsumen akhir atau berdasarkan kesepakatan antar Dolog/Sub Dolog dengan pihak konsumen.

Perawatan kualitas diarahkan pada penggunaan model integrated storage pest manajement serta pemilihan teknologi alternatif.

Untuk penyesuaian Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dilakukan perubahan meliputi (1) Bulog/Dolog/SubDolog sebagai business entity, hutang yang berasal dari kredit menjadi tanggung jawab entitas masing-masing, (2) persediaan komoditi dinilai berdasarkan biaya perolehan (historical cost), (3) perlu pengaturan transfer pricing apabila operasional menghendaki, (4) pengaturan tentang hubungan antar kantor dengan pola dua arah (two way traffic) (5) serta laporan keuangan yang disusun dan disajikan untuk pertanggungjawaban manajemen, decision support system (DSS) dan pusat pertanggungjawaban (responsibility center).

Berkenaan dengan sumber pembiayaan Bulog berasal dari kredit komersial maka Dolog/Sub Dolog dituntut untuk dapat menyusun Budget dengan baik meliputi budget pengeluaran, budget penerimaan dan suplemen budget berupa proyeksi cash flow. Untuk itu akan disusun suatu pedoman pembiayaan dimana realisasi Budget Dolog/Sub Dolog dapat dijadikan standar penilaian keragaan (performance). Hal tersebut sejalan dengan upaya penyusunan SOP terpadu dan penerapan Reward and Punishment System.

Pembiayaan Bulog yang berubah dari KLBI menjadi kredit komersial dengan jumlah yang terbatas, maka dalam menghadapi hal tersebut Bulog dituntut untuk dapat merencanakan kegiatan dengan baik melalui sistem Budget yang disusun secara bottom up. Disamping itu secara bertahap desentralisasi bidang keuangan ke Dolog/Sub Dolog perlu diterapkan.

Dalam rangka restrukturisasi menuju perubahan statusnya (sesuai letter of intent Januaro 2000) Bulog perlu menggunakan sistim akuntansi yang lebih transparan dan struktur operasi yang lebih efisien.

Dalam jangka pendek, hingga bulan April 2000, struktur organisasi BULOG harus disesuaikan dengan Keppres RI. No.136/1998 tentang Pokok-Pokok Organisasi LPND karena struktur organisasi dan tata kerja BULOG saat ini yang tertuang dalam Keppres RI. No.50/1995 (dengan perubahan sesuai Keppres No 19/1998) menunjukkan adanya perbedaan dengan standar organisasi LPND, untuk itu perlu segera direvisi. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari pusat ke daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan pengambilan keputusan; peninjauan kembali struktur penggajian dan penilaian kinerja karyawan penerapan performance appraisal dan Law Inforcement (penegakan hukum) perlu diterapkan.

Pokok-pokok pikiran Paradigma Baru yang mendasari pada pembahasan sarasehan Penyesuaian Tugas dan Fungsi Bulog dapat disajikan pada tabel dibawah ini.
 
 
PARADIGMA BARU YANG MENYEBABKAN PERLUNYA PENYESUAIAN
TUGAS DAN FUNGSI BULOG  

 

PARADIGMA LAMA PARADIGMA BARU
A. DI BIDANG POLITIK
Kekuasaan terpusat pada Presiden (Pemerintahan yg. sentralistik) Kekuasaan tersebar: ada di Presiden, MPR, DPR, IMF/Bank Dunia, dll.
Dominasi Eksekutif (Banyak partai tetapi dengan suara tunggal) Kekuasaan yang berimbang antara Eksekutif, Legislatif dan Judikatif (banyak partai, dalam satu partai dapat berbeda pendapat)
Pusat yg. mengatur segala-galanya melalui pengaturan penganggaran Otonomi daerah lebih ditonjolkan (diatur dalam UU No.22/99 dan UU No.25/99).
B. DI BIDANG EKONOMI
Pengaturan dan pelaksanaan lebih banyak ditentukan oleh Pusat. Pelaksanaan lebih banyak ditentukan oleh daerah sendiri (diatur dlm. UU 22/99 dan UU 25/99)
B.I. sebagai bank sentral juga berfungsi sbg. Pendukung pembangunan nasional (a.l. memberikan kredit program KLBI). Status B.I. diubah menjadi independen dengan hanya mengurus moneter saja (tidak memberikan KLBI lagi).
Bulog diberi tugas khusus menjaga stabilisasi harga pangan/beras, juga diberi kewenangan khusus. LoI IMF membatasi tugas Bulog, mencabut monopoli impor beberapa komoditi termasuk beras.
C. DI BIDANG SOSIAL KEMASYARAKATAN
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan kurang ditonjolkan (tidak berkembang). Partisipasi masyarakat lebih didorong untuk melaksanakan pembangunan sendiri.
Aspirasi masyarakat kurang tertampung dalam kelembagaan perwakilan rakyat yang ada. Diharapkan tidak ada gap antara aspirasi masyarakat dan perwakilan rakyat.
D. KEBIJAKSANAAN PANGAN a.l.
General price subsidy (yang menerima subsidi seluruh masyarakat), yang miskin & kaya menikmati harga yg. Sama. Target group subsidy (yang menerima subsidi kelompok masyarakat tertentu biasanya kelompok miskin).
Proteksi petani/produknya melalui non tariff barier, melalui pentataniagaan impor dan pemasarannya di dalam negeri. Proteksi melalui tariff barier menuju free trade (secara bertahap tarif diturunkan)
Subsidi melalui pembedaan harga jual beras kepada golongan anggaran dan harga pasar (operasi pasar) atau antar komoditi. Subsidi hanya diperbolehkan melalui APBN
E. TUGAS DAN FUNGSI BULOG & IMPLIKASINYA
Stabilisasi Harga Beras dgn. sistem operasi buffer stock (menambah demand waktu panen dgn. membeli gabah/beras dan menambah suplai waktu paceklik dgn. operasi pasar). Sebagai outlet ditambah tugas melayani distribusi beras untuk ABRI & PNS dan instansi tertentu, menyediakan beras untuk bencana alam dan mengatasi rawan pangan (pada saat-saat tertentu). Þ bukan operasi buffer stock murni. Memantapkan ketahanan pangan dgn. jalan mendinamisir pasar beras melalui pembelian pada waktu panen sampai harga mendekati CIF + tariff, melayani OPK untuk keluarga miskin, menyalurkan beras untuk golongan anggaran, melakukan OP daerah tertentu, mengadakan beras untuk stok penyangga dan bencana alam.
Impor beras dimonopoli oleh Bulog, Bulog membatasi jumlah impor supaya harga beras di pasar tetap berada di atas harga internasional. Impor beras dibebaskan dapat diimpor melalui importir umum, Bulog dapat mengimpor beras secara kompetitif baik langsung maupun tidak langsung (membeli beras eks. Impor yang telah berada di dalam negeri), untuk men-cukupi kebutuhannya.
Sumber pembiayaan dari kredit KLBI, Bulog dapat menarik kredit setelah mendapat persetujuan Menteri Ke-uangan. Antara penarik kredit dan penjualan tidak terkait. Sumber pembiayaan dari anggaran pe-merintah dan kredit komersial, Bulog harus memperhitungkan cash flow.
Bulog diberi kewenangan untuk mengelola komoditi non beras: gula, terigu, kedele dll. dgn. jalan monopoli impor dan pengaturan tataniaga dalam negeri. Kerugian pada komoditi beras dapat dikompensasikan dgn. Keun-tungan pada komoditi lain. Kewenangan khusus dicabut, tetapi tidak dilarang mengelola komoditi non beras tetapi tidak ada fasilitas khusus.
Dengan sistem operasi buffer stock jumlah pengadaan dalam negeri sulit diprediksi (fluktuatif). Akibatnya suatu saat over stock sehingga menimbulkan beban biaya penyimpanan, kerusakan, susut dsb. Dengan merubah sistem beroperasi yang berorientasi pada target quantity pengadaan pada musim panen di daerah sentra produksi padi, diharap-kan dapat mengangkat harga di atas harga C&F + tariff.
Karena hasil pembelian sulit diprediksi untuk stabilisasi harga memerlukan stok penyangga (iron stock) yang besar. Harga pembelian Bulog disesuaikan dengan rencana kebutuhan, keada-an panen dan harga internasional dengan mengurangi stok penyangga seminimal mungkin.
Stok cadangan pangan masyarakat kurang terbina, bahkan beberapa lum-bung pangan masyarakat desa hilang eksistensinya. Pembinaan stok cadangan pangan masyarakat disinergikan dan diting-katkan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan.
Motto Bulog: "We prepare for the worst and we hope for the best", ber-implikasikan pada operasi at all cost Bulog beroperasi at least cost dengan orientasi membantu memantapkan ketahanan pangan.
Status Bulog LPND yang unik. Masa transisi LPND menuju Perum/ BHMN.

POKOK-POKOK PEMIKIRAN KEBIJAKSANAAN
SISTEM KEUANGAN DAN AKUNTANSI BULOG DENGAN PARADIGMA BARU  

 

PARADIGMA LAMA PARADIGMA BARU
A. BUSINESS ENTITY
Subdolog & Dolog tidak mempunyai kewenangan layaknya business entity. Defisit surplus yg dilaporkan lebih banyak bersifat accounting profit/lost dan bukan cash profit/lost dalam kait-an ini neraca dan laporan D/S tdk. bisa dikaitkan dengan cash flow yg ada. Subdolog harus ditetapkan sbg business entity neraca dan laporan defisit surplus menggambarkan cash profit/lost sehingga cash flow yg ada lebih realistis.
B. BIDANG PENCATATAN HUTANG
Pencatatna hutang terpusat di Bulog walaupun transaksinya terjadi di Dolog/Subdolog akibatnya Bulog kesulitan melakukan rekonsiliasi berapa besarnya hutang dan bunga yg terjadi pd kurun waktu tertentu. Pencatatan hutang dilakukan dimana terjadinya transaksi. Apabila transaksi kegiatan ada di Subdolog maka hutang harus dicatat di Subdolog, Dolog dan Bulog. Dengan demikian akan ada pengendalian internal sejak timbulnya transaksi sampai hutang tsb lunas. Ketepatan jumlah hutang dan kewajib-an bunga yg harus dibayar tsb bisa dijamin karena cash out flow dan cash in flow dikaitkan pd sumber kejadiannya.

back to top

 

SejarahOPKAktivitas Padi  Direktori Links Buku tamufeedback •