Pembentukan suatu Badan yang menangani bahan pangan pokok
telah dimulai di Indonsia sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda dengan
dibentuknya Yayasan Bahan Pangan atau Voeding Middelen Fonds (VMF)
pada tanggal 25 April 1939 di bawah pembinaan Departemen Ekonomi. Yayasan
ini diberi tugas mengadakan pengadaan, penjualan dan penyediaan bahan pangan.
Selama masa pendudukan Jepang VMF dibubarkan dan diganti Badan baru bernama
Sangyobu-Nanyo
Kohatsu Kaisa yang bertugas melakukan pembelian padi dari petani dengan
harga yang sangat rendah. Pada awal kemerdekaan (1945 s/d 1950) didirikanlah
dua organisasi untuk menangani penyediaan dan distribusi pangan yaitu dalam
wilayah Republik Indonesia terdapat Jawatan Pengawasan Makanan Rakyat (PMR)
yang kemudian menjadi Kementerian Penyediaan Makanan Rakyat. Sedang dalam
wilayah pendudukan Belanda dihidupkan kembali Voeding Middelen Fonds (VMF).
Selama
periode awal kemerdekaan 1950 – 1952 pemerintah mendirikan Yayasan Bahan
Makanan (BAMA) dibawah pembinaan Departemen Pertanian. Yayasan ini dikelola
dan dioperasikan oleh tenaga-tenaga bekas PMR yang digantikannnya, untuk
melanjutkan VMF yang sejak semula telah dibantu dengan kredit dari Bank
Indonesia untuk membiayai pengadaan pangan DN maupun impor.
Dengan Surat Keputusan Menteri Ekonomi Nomor 1303/M tertanggal
1 Pebruari 1952, pembinaan BAMA untuk selanjutnya menjadi tanggung jawab
Kementerian Ekonomi dan diberi nama baru menjadi Yayasan Urusan Bahan Makanan
(YUBM). Dengan timbulnya Swantantra tingkat I dan II 1956/1957 YUBM diberikan
kewenangan untuk membentuk yayasan dengan nama Yayasan Badan Pembelian
Padi (YBPP) dengan tugas melakukan pembelian padi. Pada perkembangan selanjutnya
yayasan ini menjelma menjadi dua badan yang mengurus masalah pangan, yaitu
:
-
YUBM sebagai aparat Pemerintah Pusat untuk melaksanakan impor
pangan dengan pembiayaan kredit dari Bank Indonesia.
-
YBPP sebagai Badan aparat daerah yang bertugas melakukan
pengadaan padi/beras di dalam negeri dengan kredit dari Bank Koperasi Petani
dan Nelayan (BKTN) sekarang namanya BRI.
Dualisme kelembagaan ini kemudian diperbaiki pada tahun 1964
melalui Keputusan Dewan Bahan Makanan nomor. 001/SK/DBM/64 tentang pembentukan
Badan Pelaksana Urusan Pangan (BPUP).
Badaan baru ini bertugas mengurus penyediaan bahan pangan
pokok di seluruh wilayah Indonesia melalui kegiatan pengadaan dan penyaluran
pangan, menangani pengolahan, pengangkutan, pergudangan dan distribusi.
Dalm situasi dimana kehidupan politik dan ekonomi negara dilanda kekacauan
sebagai pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965, dibentuklah Komando
Logistik Nasional (KOLOGNAS) melalui Keputusan Presidium Kabinet Ampera
No. 87/1966 tanggal 23 April 1966 dan pada tanggal 31 Agustus 1966 dengan
keputusan Presiden no. 11/EK/Kep/8/1966, BPUP diintegrasikan dalam KOLOGNAS
dan segala kegiatannya diambil alih oleh KOLOGNAS.
Memasuki tahun 1967, krisis ekonomi terus berlanjut sehingga
hampir-hampir menghancurkan sendi-sendi pokok kehidupan bangsa. Pada saat
itu negara dihadapkan pada masalah kosongnya stok pangan digudang-gudang
BPUP, habisnya devisa negara dan tingkat inflasi yang membumbung tinggi.
Kebijakan pokok yang dianut Pemerintah Orde Baru untuk mengatasi kemelut
ekonomi pada tahun 1967 adalah menghilangkan dua sumber pokok inflasi yaitu
defist anggaran dan kredit murah. Masalah beras yang merupakan salah satu
penyebab utama inflasi, menjadi titik pusat perhatian Pemerintah dan menetapkan
bahwa (i) Semua arus pembiayaan untuk beras dikelola secara terpusat (ii)
Perencanaan impor beras secara bertahap diketatkan.
Dengan Keputusan Presiden No.69 tahun 1967 KOLOGNAS dibubarkan
dan kemudian pada tanggal 10 Mei 1967 dibentuk Badan Urusan Logistik (BULOG)
melalui Keputusan Presiden No. 114/U/Kep/1967. Badan baru ini dirancang
sebagai Lembaga pembeli tunggal untuk beras (Keprpes No.272/1967), sedangkan
Bank Indonesia ditetapkan sebagai penyandang dana tunggal untuk beras.
Selanjutnya dengan Keputusan Presiden No.11/1969 tanggal
20 Januari 1969. Struktur organisasi Bulog disesuaikan dengan tugas barunya
sebagai pengelola cadangan pangan (buffer stok) dalam rangka mendukung
upaya nasional untuk meningkatkan produksi pangan.
Sementara penyediaan dan penyaluran beras untuk golongan
Anggaran (anggota ABRI dan pegawai negeri) menjadi salah satu kegiatan
rutin.
Pada tahun 1971 tugas tanggung jawab Bulog diperluas dan
ditunjuk importir tunggal gula pasir dan gandum dan distributor gula pasir
serta tepung terigu. Tahun-tahun berikutnya tanggung jawab Bulog diperluas
lagi dengan tambahan untuk mengelola beberapa komoditi pangan yaitu :
-
Penyediaan daging untuk daerah DKI Jaya tahun 1974
-
Mengawasi impor kedele tahun 1977
-
Menerapkan kebijaksanaan harga dasar untuk jagung tahun 1978
dan untuk kedele, kacang tanah, kacang hijau tahun 1979.
Perubahan struktur organisasi Bulog berlanjut dengan diterbitkannya
Keppres no. 39/1978 tanggal 6 Nopember 1978 menetapkan tugas pokok Bulog
yaitu membantu persediaan dalam rangka mengendalikan harga gabah, beras,
gula pasir, tepung terigu dan bahan pangan lainnya dalam rangka menjaga
kestabilan harga bagi kepentingan petani, produsen maupun konsumen sesuai
kebijaksanaan umum pemerintah.
Dengan perkembangan ekonomi yang semakin mantap, maka
pada tahun 1995, melalui Keppres RI No.50/1995 Bulog ditugaskan mengendalikan
harga dan mengelola persediaan beras dan gula, gandum, terigu, kedelai,
pakan dan bahan pangan lainnya.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan di lingkup global,
Tugas Pokok Bulog berturut-turut diperbaharui melalui Keppres RI No.45
Tahun 1997 tanggal 01 Nopember 1997, yaitu hanya mengendalikan harga dan
mengelola persediaan beras dan gula saja. Kemudian Keppres RI No.19 Tahun
1998 tanggal 21 Januari 1998 tentang Tugas pokok Bulog, yaitu hanya mengelola
beras saja. Sedangkan komoditi lainnya diserahkan kepada mekanisme pasar.
Kemudian mulai tanggal 26 Pebruari 2000 sampai sekarang,
Tugas Pokok Bulog diperbaharui melalui Keppres 29
tahun 2000 yaitu Melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan
di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi
dan pengendalian harga beras, serta usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
Sejak berdirinya sampai sekarang Badan Urusan Logistik (BULOG) adalah Lembaga Pemerintah
Non-Departemen yang berkedudukan dan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
back to
top
|